Minggu, 30 Januari 2011

Contoh Proposal


1.      Penerapan Economic Order Quantity (EOQ) untuk pengendalian persediaan bahan baku yang optimal pada percetakan dan penerbitan “UD. MATRAS JALAN UDAYANG MATARAM”.
BAB 1
PENDAHULUAN

2.1  Latar Belakang
Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya selalu diarahkan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, serta tumbuh dan berkembang kearah yang lebih maju. Agar tujuan tersebut tercapai, maka seluruh kegiatan yang ada dalam perusahaan seperti kegiatan produksi, pemasaran, pembelanjaan, dan personalia terlebih dahulu harus direncanakan, dikoordinir serta diawasi dalam pelaksanaannya (Anoraga, 1997). Karena pada dasarnya, kegagalan dalam salah satu akan berakibat buruk pada kegiatan-kegiatan lainnya.
Oleh karena itu, meskipun ditinjau dari kelancaran proses produksi hal ini dapat berakibat positif, akan tetapi bila ditinjau dari segi lain yaitu segi biaya, keadaan over stock ini bias berakibat negative, dalam arti tingginya biaya yang harus ditanggung. Untuk itu menurut Riyanto (2001:74) dalam menentukan besar kecilnya persediaan bahan baku harus memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
1.      Bolume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap gangguan kehabisan persediaan yang akan dapat menghambat atau mengganggu jalannya proses produksi.
2.      Volume produksi yang direncanakan, dimana volume produksi yang direncanakan itu sendiri sangat tergantung kepada volume sales yang direncanakan
3.      Besarnya pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk mendapatkan biaya pembelian yang minimal.
4.      Estimasi tentang fluktuasi bahan mentah yang bersangkutan diwaktu-waktu yang akan datang.
5.      Peraturan-peratuaran pemerintah yang menyangkut persediaan material.
6.      Harga pembelian bahan mentah.
7.      Biaya menyimpanan dan resiko penyimpanan di gudang.
8.      Tingkat kecepatan material menjadi rusak atau turun kualitasnya.

Dari penjelasan diatas, maka salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan besar kecilnya persediaan bahan baku adalah kebijaksanaan pembelanjaan atau besarnya jumlah pembelian bahan baku setiap kali dilkukan pembelian untuk mendapatkan biaya yang minimal.
Pada umumnya pengadaan atau pembelian bahan baku dapat dilaksanakan dengan cara: “(1) dibeli sekaligus berdasarkan kebutuhan pabrik, untuk kemudian disimpan di gudang: (2) berusaha memenuhi kebutuhan bahan dasar tersebut dengan membeli berkali-kali dalam jumlah yang kecil dalam setiap pembelian. ”(Rekoshardiprodjo dan Gitosudarmo, 1991:134).
Apabila bahan mentah tersebut dipenuhi sekaligus dalam satu periode maka modal yang tertanam dalam bahan baku didalam perusahaan akan dihadapkan pada resiko semakin besarnya biaya-biaya persediaan yang harus ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Cara pembelian yang kedua adalah melakukan pembelian berkali-kali dalam jumlah yang kecil, hal ini pun mempunyai yaitu biaya pesan meningkat serta kemungkinan perusahaan akan dihadapkan pada resiko kehabisan bahan baku yang akan mengakibatkan kemacetan kuantitas.
Jadi jelaslah persoalan persediaan khususnya bahan baku merupakan hal yang tidak boleh diabaikan oleh perusahaan, sebab kesalahan pembentukan kebutuhan pengadaan bahan baku akan membuat perusahaan menanggung segala resikonya. Apabila persediaan bahan baku yang tersedia digudang sesuai dengan kebutuhan maka hali tersebut akan menjamin kelancaran proses produksi sehingga proses produksi yang direncanakan dapat tercapai dari segi biaya atau dari segi kualitas dan kuantitas
Maka dari itu, manajemen perusahaan harus memilih suatu metode perhitungan pembelian bahan baku dapat dilaksanakan dengan baik dan dengan biaya yang minimal. Salah satu metode tersebut dikenal dengan Economic Order Quantity (EOQ). Menurut Riyanto (1995:78),”Economic Order Quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.”
Dalam menentukan jumlah pembelian yang ekonomis ini, menurut Assaurri (1993 :181)maka:
“Kita harus memperkecil biaya-biaya pemesanan (Ordering cost) dan biaya-biaya penyimpanan (Carrying cost.) dalam usaha ini, kita berhadapan dengan dua sifat biaya yang agak bertentangan. Sifat yang pertama menekankan agar jumalah pemesanan sangat kecil sehinggga carrying cost menjadi kevil, tetapi sebaliknya ordering cost menjadi sangat besar selama satu tahun.”

Dengan demikian dapat dilihat bahwa jumlah pembelian yang ekonomi akan terletak dantara dua pembatas tersebut dimana ordering com cost sama dengan carrying cost dalam satu periode. Dengan menerapkan system pembelian yang ekonomis tadi, maka pengadaann bahan baku tersebut dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa masalah persediaan penting untuk diperhatikan oleh perusahaan agar biaya-biaya yang ditanggung oleh perusahaan sehubung dengan pengadaan persediaan bahwa bagu adalah minimal.
Sehingga terjadi permasalahan-permasalahan terutama masalah biaya yang relatif besar yang dikeluarkan perusahaan, akibat dan frekuensi pembelian bahan bagu yang relative sering berdeampak pada membengkaknya biaya pemesanan. Pada sisi yang lain, hal itu berdampak pula pada menumpuknya perswediaan bahan baku yang ada digudang, yang secara langsung memakan biaya pemesanan yang cukup besar
Seperti UD. MARTAS JALAN UDAYANA MATARAM, UD. MARTAS JALAN UDAYANA MATARAM beroperasi pertama kali pada tahun 1997. melalui surat ijin usaha perdagangan (SIUP) dengan No SIUP: 134-129-10-107/23-07/PK/III2007. UD. MARTAS JALAN UDAYANA MATARAMsalah satu perusahaan percetakan dan penerbit yang memproduksi surat kabar harian, seperti Koran Berita dan mingguan, seperti Kilas, Kupas, Transpransi. Disamping itu perusahaan ini juga mengahasilkan atau memproduksi bahan cetakan yang lain. Seperti undangan, brosur, kalender, buku-buku kantor, raport dan lainnya.
Seiring dengan kemajuan terknologi dan tingginya peradaban manusia, kebutuhan masyarakat akan informasi meningkat pula. Sehubungan dengan situasi ini permintaan akan bahan cetakan seperti Koran harian juga semakin meningkat. Perusahaan harus menyiapkan bahan baku untuk mengantisipasi peningkatan permintaan tersebut. Dalam menghasilkan produk UD. MARTAS JALAN UDAYANA MATARAM menggunakan jenis bahan baku, meliputi beberapa jenis kertas (CD, HVS, Art Paaper, Duplex), Kalkir, Plat, Tinta dan lain sebagainya. Bahan baku untuk UD. Martas JALAN UDAYANA MATARAM di pesan dikota Surabaya melalui bia telepon. Pemesanan tersebut disesuaikan dengan persediaan barrang yang di gudang. Dalam lingkungan pengedalian persediaan, terdapat bagian gudang yang terpisan untuk mencatat dan mengatur pembasukan maupun pengeluaran, tata letak dan pencatatan persediaan. Pekerjaan tersebut dibagi dalam beberapa seperti table dibawah ini:
Table 1: Unit kerja dan Jumlah Pekerja Pada UD. Martas Jalan Udayana Mataram
No
Unit Kerja
Jumlah Orang
1
Keuangan merangkap administrasi
1 Orang
2
Percetakan
9 Orang
3
Operator Komputer
3 Orang
4
Lay Out
1 Orang
5
Gudang
2 Orang
6
Penjaga malam
1 Orang

Jumlah Pekerja
17 Orang
Sumber : UD. Martas Jalan Udayana Mataram
Hari kerja selama 1 (satu) minggu adalah 6 (enam) hari kerja. Dalam hal ini, yang akan diteliti hanya bahan baku yaitu : kertas CD dan tinta. Hal ini dilakukan penulis, karena bahan bakutersebut merupakan bahan baku pokok yang paling dominant dipergunakan dalam proses memproduksi dilihat dari kuantitas pembelian maupun kuantitas dari bahan yang dibeli. Berikut gambaran berupa table komposisi penggunaan bahwa baku UD. Martas Jalan Udayana Mataram
Tabel 2 : Komposisi penggunaan bahan baku UD. Martas Jalan Udayana Mataram
Periode
Jenis Bahan
Kertas CD (rim)
HVS (rim)
Art Paper (rim)
Duplex (rim)
Kalkir (rim)
Plat (lembar)
Tinta (kg)
Januari
145
18
4
4
1
216
105
Februari
143
20
3
1
1
216
110
Maret
144
19
3
-
2
218
105
April
143
18
4
5
1
216
105
Mei
146
20
4
-
1
216
106
Juni
152
18
5
4
2
218
120
Juli
145
18
4
-
1
216
105
Agustus
148
20
3
4
2
216
105
September
145
20
2
-
1
214
105
Oktober
140
18
4
2
1
216
115
November
145
20
4
1
1
216
105
Desember
143
19
4
1
1
218
105
Total
1,739
228
44
22
15
2,596
1,291
Rata-rata
145
19
4
2
1
216
107
Sumber: UD. Matras Jalan Udayana Mataram
Sebagai gamberan kondisi persediaan akan disajikan data dari masing-masing bahan baku selama tahun 2008, yang akan dimulai dari bulan Januari hingga bulan Desember pada UD. Martas Jalan Udayana Mataram
Tabel 3 : Proporsi biaya penggunaan bahan baku UD. Martas Jalan Udayana Mataram
Jenis Barang
Proporsi (%)
Kertas CD
40
Kertas HVS
10
Art paper
5
Duplex
5
Kalkir
5
Plat
10
Tinta
25
Sumber: UD. Martas Jalan Udayana Mataram
Dari table diatas memperlihatkan bahwa kertas CD dan tinta merupakan bahan baku pokok, sehingga proporsi biaya lebih dominant pada bahan baku kertas CD sebesar 40% dan tinta sebesar 25%.
Tabel 4 : Persediaan awal, pembelian, pemakaian, dan persediaan akhir bahan baku kertas HVS pada UD. Martas Jalan Udayana Mataram selama tahun 2008. (dalam rim)
Periode
Persediaan Awal (rim)
Pembelian (rim)
Jumlah Persediaan (rim)
Pemakaian (rim)
Persediaan akhir (rim)
Januari
10
154
164
145
19
Februari
19
154
173
143
30
Maret
30
132
162
144
18
April
18
154
172
143
29
Mei
29
149
178
146
37
Juni
37
132
169
152
17
Juli
17
154
171
145
26
Agustus
26
132
158
148
10
September
10
154
164
145
19
Oktober
19
160
179
140
39
November
39
132
171
145
26
Desember
26
153
179
143
36
Total
286
1,760
2,040
1,739
307
Rata-rata
23
147
170
145
25
Sumber: UD. Martas Jalan Udayana Mataram
Table1 4 diatas menunjukan bahwa UD. MARTAS JALAN UDAYANA MATARAM, melakukan pembelian dan pemakaian bahan baku kertas CD selama tahun 2008 yaitu 1.760 rim atau rata-rata 147 rim per bulan untuk pembelian kertas CD. Sementara pemakaian/kebutuhan bahan baku kertas CD pada periode yang sama berjumlan 1.739 rim atau rata-rata 145 rim per bulan. Namun demikian, total persediaannya lebih besar dibandingkan total pemakaian bahan baku kertas CD, yaitu total persediaan berjumlan 2,040 rim atau rata-rata 170 rim per bulan, hal ini pun akan mengakibatkan pula pada makin besarnya biaya persediaan yang akan dikeluarkan perusahaan dan resiko kerusakan bahan.
Table 5: Persediaan Awal, Pembelian , Pemakaian dan Persediaan Akhir Bahan Baku Tinta pada UD. Martas Jalan Udayana Mataram selama Tahun 2008. (dalam kilogram)
Periode
Persediaan Awal (kg)
Pembelian (kg)
Jumlah Persediaan (kg)
Pemakaian (kg)
Persediaan akhir (kg)
Januari
45
110
155
105
50
Februari
50
100
150
110
40
Maret
40
110
150
105
45
April
45
100
145
105
40
Mei
40
120
160
106
54
Juni
54
130
184
120
64
Juli
64
110
174
105
69
Agustus
69
110
179
105
74
September
74
110
184
105
79
Oktober
79
120
199
115
84
November
84
100
184
105
79
Desember
79
110
189
105
84
Total
723
1330
2,053
1,291
762
Rata-rata
60
111
171
108
63
Sumber: UD. Martas Jalan Udayana Mataram
Pada tabel diatas UD. Martas Jalan Udayana Mataram melakukan pembelian bahan baku tinta pada periode tahun 2008 adalah 1.330 kg atau rata-rata 111 kg per bulan. Sedangkan pemakaian/kebutuhan bahan baku tinta pada tahun 2008sejumlah 1291 kg atau rata-rata 108 kg per bulan.
Dari tabel 4 dan 5 diatas tersebut dapat kita lihat bhwa pada UD. Martas Jalan Udayana Mataram melakukan pembelian bahan baku kertas CD dan tinta setiap bulan dengan jumlah yang berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah persediaan awal yang dimiliki, maka jumlah persediaan mengalami fluktuasi yang tidak terkendali. Dimana dilakukan pembelian melebihi pemakaian sehingga mengakibatkan cukup banyaknya persediaan yang tersisa sehingga berdampak pada cost perusahaan atau biaya penyimpanan yang dikeluarkan. Oleh sebab ibu maka

2.2  Identifikasi Masalah
Berdasasrkan pada latar belakan diatas, maka diidentifikasi permasalah sebagai berikut:
1.      UD. Martas Jalan Udayana Mataram pada periode Januari sampai dengan Desember 2008 melakukan pembelian dengan frekwensi yang relative sering sehingga berdampak pemborosan terhadap biaya pemesanan.
2.      Pembelian yang relative sering akan menyebabkan jumlan persediaan digudang relative besar yang pada akhirnya akan berdampak pada tingginya biaya persediaan.

2.3  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut:
1.      Berapakah jumlah pembelian bahan buku kertas CD dan tinta yang paling ekonomis pada percetakan dan penerbit UD. Martas Jalan Udayana Mataram?
2.      Berapa kali pesanan dan bagaimana jadwal pembelian bahan baku kertas CD dan tinta yang paling ekonomis pada percetakan UD. Martas Jalan Udayana Mataram?

2.4  Tujuan dan Manfaat Penelitian
2.4.1.      Tujuan Penelitian
a.       Untuk mengetahui sudan ekonomis atau belum pembelian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh UD. Martas Jalan Udayana Mataram pada tahun 2008.
b.      Untuk mengetahui berapa persen biaya persediaan yang dapat ditekan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity
c.       Untuk mengetahui berpa jumalah persediaan tuntuk melakukan pemesanan kembali.
2.4.2.      Manfaat Penelitian
a.       Secara akademis sebagai tugas akhir dan salah satu syarat untuk mencapai kebulatan studi program strata satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.
b.      Secara teoritis sebagai media latihan dan pengembangan kemampuan penulis untuk mencoba mengaplikasikan ilmu manajemen yang diperoleh di bangku kuliah, khususnya dibidang Manajemen Produksi dan Operasi.
c.       Secara praktis diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan UD. Martas Jalan Udayana Mataram, terutama dalam pengendalian bahan baku yang optimal.

BAB II
 PENELITIAN TERDAHULU

3.1  Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu:
1.      penelitian yang dijadikan acuan oleh penulis adalah penelitiaan Didik Suprianto (1998), dengan judul “Analisa Pengadaan Bahan Baku sebagai Pengawasan Biaya Persediaan Pada Perusahaan Kopi Bubuk Cap ‘Mahkota’ UD. Rasta Utama di Mataram”, yang menyimpulkan bahwa pembelian bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan selama ini belumlah ekonomis karena setelah dilakukan perhitungan menggunakan metode EOQ terdapat selisih biaya yang cukup besar antara biaya sebelum dan sesudah dilakukan pembelian yang ekonomis yaitu sebesar Rp. 6.502.952,797,- per tahun atau dapat dihemat sebesar 65,16% . Yang diperoleh dari selisih antara TIC riil sebesar Rp. 9.979.952,50,- dengan TIC atas dasar EOQ yaitu sebesar Rp. 3.476.999,703,- dan jumlah pembeliah bahan baku untuk kobi Arabika yang ekonomis yakni sebesar 882.179 kg dengan frekuensi pembelian sebanyak 37 kali selama satu tahun
2.      Eva Wijaya (2003), dengan judul “analisis Pengendalian Persediaan Baku Pada Perusahaan Kerupu Terigu ‘Kejar Usaha’ Desa Telaga Waru Labuapi Lombok Barat”, menghasilkan kesimpulan bahwa setelah penerapan EOQ pada perusahaan tersebut, terjadi penghematan dalam total biaya persediaan TIC-nya. Dimana penghematan untuk masing-masing bahan baku setelah penerapan EOQ yaitu beras Rp. 3.004.774,64,-, tepung terigu Rp. 1.952.800,46-, dan kanji Rp. 2.137.909,18,-.
Sebab, TIC awalnya untuk bahan baku beras Rp. 4.801.967,12,- tetapi setelah penerapan metode EOQ, TIC-nya menjadi Rp. 1.797.192,48,-, atau dapat dihemat sebesar 62,67% pada bahan baku tepung terigu TIC awalnya Rp.4.162.620,- namaun dengan penerapan EOQ menjadi Rp. 2.209.819,54,- atau dapat dihemat sebesar 46,91% demikian juga dengan bahan baku kanji yang pada awalnya TIC Rp. 5.175.718,18,- menjadi Rp. 3.037.809,74,- atau dapat dihemat sebesar 41,31% setelah penerapan metode EOQ.
3.      Selain dua penelitian diatas, untuk lebih mendukung penelitian ini penulis mengacu pada penelitian lain yaitu oleh Yahya Puguh Hamdani (2003), pada penelitian yang berjudul “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahan Songkok ‘Aneka Busana’ di Desa Kediri Kecamatan Kediri Lombok Barat”, menemukan bahwa perusahaan tersebut dapat mengurangi biaya persediaan, apabila menerapkan metode EOQ dalam pengadaan persediaan bahan baku pada perusahaan Aneka Busana meliputi TIC bahan baku kain Titoron Rp. 457.942,26,-, namun dengan penerapan metode EOQ TIC-nya menjadi Rp. 375.619,-, sehingga terdapat selisih Rp. 82.322,77,-, atau dapat dihemat sebesar 17,98%.
Pada bahan kapas TIC Rp. 366.860,52,-, akan tetapi setelah penerapan metode EOQ dapat dikurangi TICH-nya menjadi Rp.294.201,33,-, artinya terdapat selisih Rp. 72.659,19,-, atau dapat dihemat sebesar 19,8% begitupun dengan bahan baku kain Kaci TIC Rp. 266.703,61,-, TIC setelah penerapan EOQ menjadi Rp. 221.984,37,-, sehingga terdapat slisih Rp. 44.719,24,-, atau dapat dihemat sebesar 16,77%.
Dari ketiga penelitian yang menjadi acuan penulis diatas, penelitian ini menggunakan alat analisis yang sama yaitu sama-sama menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) sebagai alat untuk mengukur efektifitas pengendalian persediaan bahan baku pada masing-masing perusahaan, namun penelitian ini memiliki objek yang berbeda serta pada kurun waktu yang berbeda pula. Bila beberapa penelitian diatas melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan yang memproduksi makanan, minuman, dan songkok, sedangkan penelitian ini gokus pada usaha percetakan.

3.2  Tinjauan Teoritis
3.2.1.      Persediaan
Setiap perusahaan, apakah itu perusahaan perdagangan atau perusahaan industri selalu mengadakan persediaan. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan menghadapi resiko dimana pada suatu waktu tidak dapat memenuhi permintaan langganan akan barang atau jasa yang dihasilkan. Bila hal ini terjadi maka perusahaan akan kehilangan kesmpatan untuk memperoleh keuntungan.
Cara menyelenggarakan persediaan bahan baku ini pada umumnya berbeda-beda untuk setiap perusahaan, baik dalam jumlah unit dari persediaan bahan baku, manajemen atau pengelolaan dari perdesiaan bahan baku dalam perusahaan yang bersangkutan, pada umumnya bagi perusahaan-perusahaan besar dan sebagian dari perusahaan menengah, persediaan bahan baku dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.
Menurut Assauri (1993:221-222), dilihat dari fungsi maka persediaan dapat dibedakan atas:
1.      Batch Stock atau Lot size inventory, Yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat itu.
2.      Fluctuation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
3.      Anticipation Stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan/permintaan yang meningkat.
Persediaan merupakan salah satu unsure yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinyu diperoleh, diubah yang kemudian dijual kembali.
Jadi, persediaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan pabrik karena berfungsi menghubungkan antar operasi yang berurutan dalam suatu barang dan menyampaikannya pada konsumen.
Persediaan yang diadakan oleh perusahaan mulai dari bahan mentah sampai dengan barang jadi, menurut Assari (1993:220), antara lain berguna untuk dapat:
1.      Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan.
2.      Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
3.      Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran.
4.      Mempertahankan stbilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi.
5.      Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
6.      Memberikan pelayanan (service) kepada langganan dengan sebaik-baiknya dimana keinginan langganan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut.
7.      Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atu penjualan.

3.2.1.1  Pengertian Persediaan
“Persediaan atau Inventory merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar dimana secara terus-menerus mengalami perubahan”,(Riyanto;2001:61)
“Adapun pengertian persediaan menurut Assauri (1993:219), adalah:
“Persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periodeusaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menggunakan penggunaanya dalam suatu porses produksi”.

Lebih lanjut Prawirosentono (1997:61), mengemukakan bahwa “Persediaan adalah kekayaan lancer yang terdapat dalam perusahaan dalam bentuk persedeiaan bahan mentah (bahan baku/raw material), barang setengah jadi (work in process) dan barang jadi (finished goods).”.
Sehingga dari pengertian-pengertian diatas disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan persediaan adalah bahan-bahan yang harus ada dalam perusahaan meliputi bahan mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi yang merupakan salah satu unsure yang paling aktif dalam operasi perusahaan. Karena secara kontinyu diperoleh, dirubah kemudian dijual oleh pihak perusahaan.
3.2.1.2  Pengertian Persediaan Bahan Baku
Persediaann bahan mentah adalah merupakan suatu persediaan yang dibeli atau didatangkan oleh perusahaan untuk diproses lebih lanjut, menjadi barang setengah jadi dan akhirnya menjadi barang jadi atau produk akhir produksi perusahaan. Atau dengan kata lain, persediaan bahan baku adalah merupakan barang-barang atau benda-benda yang belum dimasukkan dalam proses produksi perusahaan. Adapun pengertian bahan baku menurut Assuri (1993:222) bahwa:
“Persediaan baha baku (Raw Materials Stock) yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang mana yang dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya”.

“Persediaan bahan baku adalah persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi”. (Handoko;1993:334)
Dari pengertian persediaan bah baku yang dikemukakan oleh para ahli diatas maka dapa diakatakan bahwa, persediaan bahan baku adalah persediaan semua bahan yang akan dipergunakan dalam perusahaan untuk menghasilkan suatu benda atau produk akhir melalui proses produksi yang dilakukan perusahaan.
3.2.1.3  Faktor-faktor yang Memperngaruhi Persediaan Bahan Baku
Persediaan bahan baku yang diadakan untuk menjamin kelancaran proses produksi suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku, seperti yang dikemukakan oleh Ahyari (1999) adalah sebagai berikut:
1.      Perkiraan pemakainan bahan baku
Sebelum kegiatan pembelian bahan baku dilaksanakan maka manajemen harus dapat membuat pemikiran bahan baku yang akan dipergunakan didalam proses produksi pada suatu periode. Perkiraan kebutuhan bahan baku ini merupakan perkiraan tentang beberapa besar atau jumlanya bahan baku yang akan dipergunakan oleh perusahaan untuk keperluan proses produksi pada periode yang akan datang.
2.      Harga bahan baku
Harga bahan baku ini merupakan dasar penyusunan perhitungan berapa besar dan perusahaan ang harus disediatan untuk investasi dalam persediaan bahan baku ini.
3.      Biaya-biaya persediaan
Biaya-biaya utnuk menyelenggarakan persediaan bahan baku ini sudah selayaknya diperhitungkan pula dalam penentuuan besarnya persediaan bahan baku.

4.      Kebijaksanaan pembelanjaan
Seberapa besar persediaan bahan baku mendapatkan dana dari perusahaan akan tergantung pada kebijakdanaan pembelanjaan dari dalam perusahaan tersebut.
5.      Pemakaian bahan
Pemakaian bahan baku senyatanya dari periode-periode yang lalu (actual demand) merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan.
6.      Waktu tunggu
Waktu tunggu (lead time) adalah merupakan tenggang waktu yang diperlukan (yang terjadi) antara saa pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan itu sendiri.
3.2.1.4  Kelemahan Persediaan Bahan Baku Ynag Terlalu Besar Maupun Terlalu Kecil
Setiap perusahaan dalam melaksanakan kegiatan produksinya selalu menyelenggarakan persediaan bahan baku. Tetapi, apabila persediaan bahan baku yang terlalu besar jumlahnya maupung terlalu kecil tidak akan menguntungkan. Beberapa kerugian yang diderita oleh perusahaan yang bersangkutan sehubungan dengan penyelenggaraan persediaan bahan baku yang terlalu besar antara lain:
(Ahyari; 1999: 152-153)
1.      Biaya penyimpanan atau pergudangan akan terjadi semakin besar. Biaya penyimpanan ini tidak hanya meliputi sewa gedung atau pemeliharaan gudang saja, melainkan mencakup aspek lain yaitu terdapatnya resiko kerusakan bahan dalam penyimpanan, resiko kehilangan, resiko kadaluarsa, resiko penurunan kualitas bahan dalam penyimpanan.
2.      Tingginya biaya penyimpanan dalam investasi didalam persediaan bahan baku akan mengakibatkan berkurangnya dan pembiayaan dan investasi dalam bidang-bidang lain.
3.      Apabila persediaan bahan baku tersebut mengalami kerusakan atau mengalami perubahan-perubahan kimiawi sehingga tidak dapat dipergunakan, maka kerugian perusahaan akan menjadi semakin besar.
4.      Apabila perusahaan yang bersangkutan mempunyai persediaan bahan baku yang sangat besar, maka terjadinya penurunan harga pasar akan merupakan suatu kerugian yang tidak sedikit

Adapun beberapa kelemahan apabila persediaan bahan baku dalam jumlah yang sangat sedikit antara lain: (Ahyari; 1999:154-155)
  1. Persediaan yang terlalu kecil sangat sering tidak dapat mencukupi kebutuhan untuk proses produksi. Untuk menjaga kelangsungan proses prduksi, perusahaan akan melakukan pembelian mendadak dengan harga yang lebih tinggi, hal ini didalam jangka panjang akan sangat merugikan perusahaan
  2. Dengan sering terjadinya kehabisan atau kekurangan persediaan bahan baku, maka proses produksi tidak dapat berjalan dengan lancar. Dengan demikian kualitas dan kuantitas produk akhir pperusahaan akan menjadi berubah-ubah pula.
  3. persediaan bahan baku dimana rata-rata jumlah unitnya relatif kecil akan mengakibatkan frekuensi pembelian bahan baku akan menjadi semakin besar. Ini akan mengakibatkan biasa pemesanan baku akan menjadi semakin tinggi.

Dari penjelasan diatas maka sehubungan penyelenggaraan persediaan bahan baku perlu dipertimbangkan beberapa hal yaitu (Ahyari; 1999:155-156)
  1. Beberapa besarnya jumlah unit persediaan bahan baku yang diselenggarakan dalam perusahaan.
  2. Kapan dan berapa jumlah unit bahan baku tersebut akan dibeli oleh perusahaan.
  3. Kapan perusahaan yang bersangkutan akan mengadakan pembelian kembali, apabila persediaan bahan baku tersebut dirasakan sudah semakin habis.



3.2.2.      Pengendalian Persediaan
Pada kebanyakan perusahaan, persediaan merupakan bagian yang besar yang tercantum dalam neraca. persediaan yang terlalu besar ataupung yang terlalu kecil akan menimbulkan masalah-masalah bagi perusahaan. Persediaan yang terlalu besar akan menyebabkan biaya-biaya yang timbul karena adanya persediaan tersebut menjadi besar. Sedangkan persediaan yang terlalu kecil akan dapat menggangu kelancaran proses produksi disamping mempertinggi biaya pemesanan. Maka dari itu, diperlukan adanya pengendalian terhadap persediaan bahan untuk mencegah adanya kemacetan dalam produksi dan meminimalkan biaya.
3.2.2.1   Pengertian Pengendalian Persediaan
Menurut Assauri (1993:229), pengertian pengendalian persedaan adalah sebagai berikut:
“Pengendalian persediaan dapatlah dikatakan sebagai suatu kegiatan sebagai suatu kegiatn untuk menemukan tingkat dan komposisi dari pada persediaan parts, bahan baku, dan barang produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien”.

Pengendalian persedaan tidak hanya terbatas pada penentuan atau perncanaan tingkat dan komposisi persediaan, tetapi juga termasuk pengaturan dan pengawasan atas pelaksanaan pengadaan bahan-bahan atau barang-barang yang diperulkan sesuai dengan jumlah waktu yang dibutuhkan serta dengan biaya yang serndah-rendahnya. Semakin tidak efisien pengendalian persediaan, semakin besar tingkat persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Karena sangat perlu bai perusahaan untuk mempertimbangkan keluwesan dan tingkat persediaan dalam pengendalian persediaan.
3.2.2.2   Tujuan Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan, tentu pengendalian persediaan dapat dinyatakan sebagai usaha untuk:
1.      Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
2.      Menjaga agar supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.
3.      Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.

Sedangkan menurut Reksohardiprojo dan Gitosudarmo (1991:199), “Tujuan pengendalian persedaan bahan dasar adalah berusaha menyediakan bahan dasar yang diperlukan untuk proses produksi dehingga proses produksi dapat berjalan dengan lancar serta tidak kekurangan persediaan (out of stock) dan diperoleh biaya persediaan minimal.
3.2.2.3   Fungsi Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan dilakukan karena mempunyai fungsi yang penting didalam perusahaan. Menurut Assauri (1993:177):
“Fungsi-fungsi utama dari suatu pengawasan persediaan yang efektif adalah: pertama memperoleh (procure) bahan-bahan, yatu menetapkan prosedur untuk memperoleh supply yang cukup dari bahan-bahan yang dibutuhkan kwantitas maupun kwanlitas. Kedua menyimpan dan memelihara (maintain) bahan-bahan dalam persediaan, yaitu mengadakan suatu system penyimpanan untuk memelihara dan melindungi bahan-bahan yang telah dimasukkan kedalam persediaan. Ketiga pengeluaran bahan-bahan, yaitu menetapkan suatu pengaturan atas pengeluaran dan penyampaian bahan-bahan dengan tepat pada saat serta tempat dimana dibutuhkan. Keempat meminimalisasi investasi dalam bentuk bahan atau barang (mempertahankan persediaan dalam jumlah yang optimum setiap waktu)”.
Sedangkan menurut Handoko (1993:199), “fungsi utama pengendalian persediaan adalah “menyimpan” untuk melayani kebutuhan perusahaan akan bahan mentah atau barang jadi waktu ke waktu”.
3.2.2.4   Metode-metode Pengendaliaan Bahan Baku
Metode pengendalian bahan baku berbeda dalam hal pemeliharaan dan biaya yang dikeluarkan. Item-item yang utama dan memiliki nilai tinggi memerlukan perhatian lebih besar dibandingkan dengan item-item yang nilainya rendah. Oleh sebab itu ada metode pengendalian bahan baku yang juga dipakai :
1.      Rencana ABC
Pemisahan bahan untuk pengendalian yang selektif, yang disebut juga rencana ABC, adalah suatu pendekatan analisis yang didasarkan pada rata-rata statistik. Rencana ABC mengukur pentingnya suatu biaya dari setiap jenis bahan. Item diklasifikasikan kedalam tiga kategori. Item yang paling tinggi dan item utama akan berada dibawahpengendalian yang paling ketat, disebut item A. item yang nilainya menengah dan ada pada pengendalian moderat, disebut item B. item yang nilainya berada paling bawah pengndalian fisik yang sederhana, disebut item C.
Prosedur pemisahan bahan baku untuk pengendalian yang selektif terdiri dari enam langkah:
1.      Menentukan pemakaian dalam unit di masa depan selama periode ramalan peninjauan kembali (review forecast period) yaitu bulanan, triwulan dan tahunan.
2.      Menentukan harga per unit untuk setiap jenis bahan.
3.      Mengalikan proyeksi harga per unit dengan proyeksi unit kebutuhan untuk menentukan total biaya jenis bahan tersebut selama periode tersebut.
4.      Menyusun urutan jenis bahan menurut besarnya total biaya, dengan urutan pertama jenis bahan dengan total biaya yang paling besar.
5.      Menghitung untuk setiap jenis bahan dibagi jumlah total unit semua jenis bahan dan total biaya setiap jenis bahan dibagi total biaya semua jenis bahan.
6.      Lukiskan presentasenya pada sebuah grafik.
Dengan cara diatas maka rencana ABC ana berjalan lancar sesuai item masing-masing.
2.      Metode Indifikasi Khusus
Metode identifikasi khusus ini adalah metode penentuan biaya bahan baku. Dimana metode ini melihat setiap pembelian bahan baku harga yang harga per satuannya berbeda dengan bahan baku yang sudah ada di gudang, harus dipisahkan penyimpanannya dan diberi tanda pada harga berapa harga bahan tersebut dibeli.
Kesulitan dalam pemakaian metode ini adalah dalam hal penyimpanan bahan buku yang ada digudang. Metode ini sangat efektif dipakai bila bahan baku yang dibeli bukan merupakan standard an dibeli untuk memenuhi pesanan tertentu. Perusahaan yang memakai metode identifikasi khusus biasa untuk bahan yang tidak disediakan digudang yang hanya secara kejadian dibeli untuk memenuhi spesifikasi pemesan.
3.      Materials Requirements Planning (MRP)
Materials requirements planning (MRP) biasa disebut juga Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku adalah simulasi keomputer untuk mengelola kebutuhan bahan baku berdasarkan daftar bahan baku yang diperlukan dari setiap produk, status persediaan dan proses produksi.
Jadwal utama dari item-item yang akan diproduksi dan tanggal jatuh temponya dimasukkan kedalam komputer, yang kemudianmengakses daftar bahan baku yang diperlukan, waktu tunggu, pengataran bahan baku, jumlah persediaan yang masih tersedia dan yang sudah dipesan. Program komputer menghitung jumlah yang dibutuhkan disetiap lokasi kerja.
Permintaan ini, jika dibandingkan dengan kapasitas mesin dan tenaga kerja menentukan apakah jadwal utama dapat dipenuhi. Jika kelebihan beban kerja dianggapa dapat dipenuhi, maka jadwal tersebut boleh diluncurkan beserta dengan pesanan pembelian dan jadwal operasi. Dengan cara ini, pemenuhan jadwal produksi dapat diuji sebelum diluncurkan.
4.      Metode Just In Time (JIT)
Just In Time (JIT) adalah pengurangan biaya melalui eliminasi persediaan. JIT juga sering kali diidentifaikasikan dengan usaha untuk mengeliminasi permborosan dalam segala bentuknya dan merupakan bagian yang penting dalam banyak usaha manajemen mutu total. Dimana semua bahan baku dan komponen sebaiknya tiba dilokasi kerja saat dibutuhkan tepat waktuserta produk sebaiknya diselesaikan dan tersedia bagi pelanggan, di saat pelanggan menginginkan tepat waktu.
Aspek JIT ini adalah usaha untuk mengurangi persediaan barang dalam proses dan bahan baku produksi dengan persediaan sama dengan nol. JIT berusaha mengurangi persediaan karena persediaan dipandang sebagai pemborosan. Tujuan mengurangi persediaan ke titik nol, hanya mungkin dalam kondisi berikut ini:
1.      Biaya dan waktu persiapan yang rendah atau tidak signifikan.
2.      Ukuran lot sama dengan satu.
3.      Waktu tunggu minimum atau hampir seketika.
4.      Beban kerja yang seimbang dan merata.
5.      Tidak ada interupsi karena kehabisan persediaan, kualitas buruk, pemeliharaan mesin yang tidak sesuai jadwal, perubahan spesifikasi, atau perubahan lain yang tidak terncana.
Konsep persediaan sama dengan nol mengandung arti tingkat kesempurnaan yang umumnya tidak dapat dicapai. Tetapi JIT menstimulasi perbaikan konstan dalam kondisi lingkungan yang menyebabkan penumpukan persediaan. Pengurangan tingkat persediaan juga mempengaruhi kecepatan pemerosesan atau kecepatan dengan suatu tugas atau unit melewati system.
3.2.2.5   Kebijaksanaan Dalam Pengendalian Bahan Baku
Kebijaksanaan dalam pengendalian persediaan bahan baku berhubungan dengan kegiatan mengatur persediaan bahan baku agar dapat menjamin kelancaran proses produksi. Dalam rangka pengaturan ini, perlu ditetapkan kebijaksanaan yang berkaitan dengan persediaan baik mengenai pemesanannya maupun mengenai tingkat persediaan optimum.
Dibawah ini akan dibahas mengenai beberapa kebijaksanaan dalam pengendalia persediaan bahan baku yang optimal, yaitu:
3.2.2.5.1  Economic Order Quantity (EOQ)
Karena persediaan bahan-bahan yang disediakan telah dipakai untuk proses produksi, maka bahan-bahan tersebut harus disediakan lagi utnuk proses produksi selanjutnya. Untuk dapat disediakannya bahan-bahan itu maka bahan-bahan harus dipesan lagi, pemesanannya hendak dilakukan secara ekonomis.
Kebijaksanaan pengadaan bahan baku merupakan salah satu bagian yang penting yang perlu diperhatikan oleh para manajer dalam suatu perusahaan. Kebijaksanaan manajer pembelian cenderung berorintasi pada pembelian dalam jumlah yang besar untuk memperoleh potongan harga dari supplier. Begitu juga dengan manajer produksi yang ingin mempertahankan jumlah persediaan yang besar untuk menjamin kelancaran proses produksi. Sebaliknya manajer keuangan akan melakukan pembelian dalam jumlah yang kecil demi efisien dana perusahaan.
Sehubungan dengan pembelian bahan baku yang akan dilaksanakan, maka manajemen perusahaan perlu untuk menentukan kauntitas pembelian yang paling ekonomis (Economic Order Quantity). Menurut Riyanto (2001: 78), “Economic Order Quantity adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal”.
Namun dalam pembelian berdasarkan EOQ hanya dibenarkan jika syarat-syarat berikut dipenuhi, yaitu:
1.      Harga pembelian per unitnya konstan.
2.      Setiap saat kita membutuhkan bahan mentah selalu tersedia di pasar.
3.      Jumalah produksi yang menggunakan bahan mentah tersebut stabil yang berarti kebutuhan bahan mentah tersebut relative stabil sepanjang tahun.
Sementara menurut Ahyari (1999:260) bahwa,
“Yang dimaksud dengan kuantitas pembelian yang optimal ini (atau yang sering disebut sebagai Economic Order Quantity atau EOQ) adalah merupakan suatu jumlah bahan yang akan dapat mencapai biaya persediaan yang paling minimal. Dengan demikian diharapkan dengan adanya kuantitas pembelian optimal ini biaya-biaya persediaan-persediaan akan dapat ditekan menjadi serendah-rendahnya sehingga efisiensi persediaan bahan didalam perusahaan yang bersangkutan dapat terlaksana dengan baik”.

Untuk menentukan kuantitas pembelian optimal ini, harus diusahakan memperkecil biaya-biaya penyimpanan (carrying cost) dan biaya-biaya pemesanan (ordering cost).
Mengenai biaya-biaya tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.       Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
Biaya pemesanan sering juda disebut procurement cost atau set up cost, yaitu merupakan biaya-biaya yang akan terkait langsung dengan kegunaan pemesanan yang dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan, dimana biaya pemesanan ini merupakan biaya yang jumlahnya semakin besar apabila frekuensi pemesanan bahan semakin tinggi. Dengan kata lain semakin sering perusahaan mengadakan pemesanan maka makin besar pula biaya pemesanan. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya pemesanan antara lain: biaya persiapan pembelian, biaya pembuatan faktur, biaya administrasi, biaya bongkar bahan yang diperhitungkan untuk setiap kali pembelian dan biaya-biaya pemesanan lain yang terkait dengan frekuensi pembelian.
b.      Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)
Biaya penyimpanan adalah merupakan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan sehubungan dengan adanaya bahan baku yang disimpan didalam perusahaan yang bersangkuatan. Dimana biaya penyimpanan akan semakin besar apabila jumlah unit yang disimpan semakin besar berapapun frekuensi pameblian dilaksanakan. Biaya-biaya yang termasuk biaya penyimpanan ini antara lain adalah: biaya simpah bahan, biaya pemeliharaan barang, biaya modal untuk investasi bahan, biaya sewa gudang per satuan unit bahan dan biaya-biaya lain yang terkait dengan jumlah bahan yang disimpan dalam perusahaan yang bersangkutan.
Kuantitas pembelian optimal ini akan dapat dipergunakan dalam perusahaan dengan beberapa anggapan dasar tertentu yang menjadi persyaratan seperti yang dikemukakan Supriyono (1985: 396-397), antara lain:
a.       Selama periode yang bersangkutan tingkat harga konstan, baik harga beli bahan maupun harga pemesanan dan penyimpanan.
b.      Setiap saat akan diadakan pembelian selalu tersedia dana.
c.       Pemakaian bahan relative stabil dari waktu ke waktu selama periode bersangkutan.
d.      Bahan yang bersangkutan selalu tersedia dipasar setiap saat akan dibeli.
e.       Fasilitas penyimpanan selalu tersedia beberapa kalipun pembelian akan diadakan.

Apabila persyaratan-persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka perhitungan kuantitas pembelian yang optimal yang disusun dalam perusahaan tersebut akan menjadi bisa. Dengan demikian maka biaya yang ditunjukan oleh kuantitas pembelian optimal yang tidak memenuhi persyaratan yang ada ini belum tentu akan merupakan biaya yang paling rendah didalam perusahaan yang bersangkutan. Sehingga dikembangkan EOQ Nomorgraph.
EOQ Nomorgraph merupakan pengembangan atau modifikasi dari kuantitas pembelian optimal (EOQ) diatas, dimana EOQ Nomorgraph digunakan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang akan terjadi di masa akan datang. Apabila perusahaan menggunakan EOQ Nomorgraph, makaperusahaan tidak perlu mengadakan perhitungan ulang untuk mengadakan penyesuaian terhadap perubahan yang ada: misalnya perubahan jumlah kebutuhan bahan baku ataupun perubahan harga. Perhitungan hanya diperlukan satu kali saja, yaitu pada saat perhitungan awal EOQ.
Model EOQ Nomorgraph dipersiapkan dengan tiga buah skala, yang disusun dalam skala logaritma yaitu skala kebutuhan bahan selama satu periode, skala EOQ, dan skala harga bahan baku. Untuk menentukan titik pembelian yang ekonomis dengan menggunakan data yang baru, maka dari skala harga bahan baku dan skala kebutuhan bahan akan ditarik sebuah garis lurus, maka dari perpotongan garis pada skala EOQ akan ditemukan titik pembelian yang ekonomis.
Dengan kuantitas pembelian yang optimal ini, diharapkan biaya-biaya persediaan akan dapat ditekan seminimal mungkin sehingga efesiesi persediaan bahan dapa terlaksana dengan baik. Dalam menentukan kuantitas pembelian yang optimal, hanya memperhatikan biaya variabel dari penyediaan tersebut.
Jadi kuantitas pembelian yang optimal akan terletak antara dua batas yaitu dimana jumlah biaya pemesanan sana dengan jumlah biaya penyimpanan atau jumlah biaya pemesanan dan biaya penyimmpanan adalah yang paling minimal selama satu periode.
3.2.2.5.2  Safety stock
Untuk menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan yang mungkin disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang lebih besar dari perkiraa semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan maka diperlukan adanya persediaan penyelamat untuk menjamin kontitusi produksi.
Menurut Harsono (1984:100), “Safety Stock yaitu merupakan jumlah persediaan yang selalu ada untuk mencegah kehabisan inventory, sehingga persediaan ini tidak akan dipergunakan apabila tidak dalam keadaan terpaksa”.
Sedangkan menurut Assauri (1993:235). “Persediaan penyelamat (Safety Stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan adanya kekurangan bahan (stock out)”.
Jika akhirnya persediaan minimum atau safety stock dimaksudkan sebagai pengaman untuk menjamin kelangsungan proses produksi.
3.2.2.5.3  Reorder Point
Menurut Riyanto (2001:83), “Reorder Point adalah saat titik dimana harus diadakan pesanan lagi sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan material yang dipesan itu adalah tepat pada waktu dimana persediaan diatas safety stock sama dengan no”. sedangkan Assauri (1993:255) mengatakan bahwa “dalam menentukan reorder point ini kita harus memperhatikan besarnya penggunaan bahan selama baha-bahan yang dipesan belum datang dan persediaan minimum”.
Jadi dapat dikatakan bahwapenetuan Reorder Point dapat dilakukan dengan cara menetapkan penggunaan selama lead time ditambah safety stock.
3.2.2.5.4  Maximum Inventory
Menurut Assuari (1993:254), “persediaan maksimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling besar yang sebaiknya dapa diandalkan oelh perusahaan”.
Persediaan maksimum ini dimaksudkan agar perusahaan dapat menghindari kerugian-kerugian karena adanya bahan baku yang berlebihan, sehingga dapat menimbulkan biaya yang cukup besar. Persediaan maksimal yang sebiknya dimiliki perusahaan adalah jumlah dari pesanan standar ditambah besarnya persediaan minimal (safety stock).
3.2.2.5.5  Total Inventory Cost (TIC)
Setiap perusahaan yang mengadakan persediaan tidak mungkin lepas dari masalah biaya yang dikelaurkan sehubungan dengan persediaan. Total biaya persediaan (TIC) meliputi Total Ordering Cost (biaya pemesanan) dan Total Carrying Cost (biaya penyimpanan).
3.2.2.5.6  Metode Penentuan EOQ
Dalam pemesanan yang ekonomis, biaya-biaya dikeluarkan yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diusahakan sekecil mungkin. Dalam usaha pemesanan dihadapkan pada dua sifat yang agak bertentangan. Sifat yang pertama menekankan akan jumlah pemesanan sangat besar sehingga biaya pemesanan menjadi kecil, tetapi sebliknya biaya penyimpanan menjadi sangat besar. Sifat yang lain menekankan agar jumlah pesanan sangat kecil sehingga biaya penyimpanan menjadi kecil, tetapi sebaliknya biaya pemesanan menjadi sangat besar selama satu periode.
Dari uraian diatas dapa dilihat bahwa jumlah pesanan yang ekonomis ini terletak antar dua pembatas yaitu: dimana jumlah biaya pemesanan adalah sama dengan jumlah penyimpanan, atau jumlah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan adalah yang paling minimal selama satu periode.
Menurut Assuri (1993: 235-236), bahwa metode penentuan jumlah pemesanan yang paling ekonomis (Economic Order Quantity) dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a.       Tabular Approach, merupakan penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis yang dilakukan dengan cara menyusun suatu daftar atau table jumlah pesanan dan jumlah biaya per tahun.
b.      Grafiphical Approach, yaitu penentuan jumlah pesanan yang ekonomis yang dilakukan dengan menggambarkan grafik-grafik dan Carrying Cost, Ordering Cost, dan Total Cost dalam satu gambar
c.       Formula Approach, yaitu cara penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan menurunkan ke dalam rumus-rumus matematika.

Metode yang digunakan dalam pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah metode Formula Approach dengan EOQ Nomograph. Untuk mengantisipasi apabila terjadi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan harga bahan baku serta kebutuhan baku maka diperlukan suatu rumus modifikasi dari EOQ yaitu EOQ Nomograph namun pada dasarnya dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang mendasar. Nilai EOQ Nomograph diperoleh dari garis perpotongan pada skala kebutuhan bahan baku dengan harga bahan baku yang tetap.

Kerangka Konseptual Penelitian







Dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), maka dapat menekan biaya pemesanan, biaya penyimpanan, serta harga bahan baku. Sehingga perusahaan dapat melakukan penghematan biaya persediaan dan dapat mencapai pengendalian persediaan yang optimal.
Hipitesis
Melalui latar belakang, penelitian terdahulu dan dari tinjauan diatas dapat dirumuskan hipetesis sebagai berikut:
1.      Diduga bahwa dengan metode Economic Order Quantity (EOQ) maka dapat menekan biaya pemesanan, biaya peyimpanan, serta harga bahan baku.
2.      Diduga bahwa dengan metode Economic Order Quantity (EOQ) maka perusahaan dapat mencapai pengendalian persediaan yang optimal.

BAB III
METODE PENELITIAN

4.1   Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Yang mana penelitian deskriptif ini menurut Nazir (1998:63), adalah:
“Suatu penelitian yang meliputi kelompok manusia, suatu objek, suatu riset kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki”.

Penelitian ini memberikan gambaran mengenai cara pembelian bahan baku oleh UD. MATRAS JALAN UDAYANA MATARAM selama ini dan bagaimana seharusnya perusahaan tersebut melakukan pembelian bahan baku dimasa yang akan datang.

4.2   Daerah/Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada usaha percetakan UD. MATRAS JALAN UDAYANA yang mana berlokasi di jalan Udayana no. 5A  adapun pertimbangan penulisan dalam memilih perusahan ini sebagai objek penelitian adalah:
1.      Adanya suatu permasalahan dalam pengendalian persediaannya pada usaha percetakan ini. Sehingga situasi dan kondisi yang ada pada percetakan UD. MATRAS JALAN UDAYANA sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.
2.      Adanya kesediaan dari pimpinan perusahaan untuk bekerja sama dengan memberikan izin meneliti dan mengambil data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

4.3  Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kasus. Metode ini digunakan untuk memecahkan masalah pengadaan persediaan bahan baku pada UD. MATRAS JALAN UDAYANA, yang berhubungan dengan biaya-biaya yang dikelaurkan akibat adanay bahan baku tersebut. Sementara menurut Nazir (1998:66), metode kasus adalah:
“ Penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan satu fase spesifik yang khas dari keseluruhan personalitas, diaman subjek penelitian berupa individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat”.

4.4  Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Observasi, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian. Tknik ini dilakukan untuk memperoleh masukan dan melihat secara langsung kegiatan perusanaan, terutama yang terkait dengan bahan baku yang ada dalam UD. MATRAS JALAN UDAYANA.
2.      Wawancara (Interview), merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung dengan pimpinan atau karyawan UD. MATRAS JALAN UDAYANA tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya.
3.      Dokumentasi, merupakan teknik pengumpulan data denga cara mengambil data yang tercatat pada UD. MATRAS JALAN UDAYANA

4.5  Jenis dan Sumber Data
4.5.1  Jenis Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitan ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. Uraiannya adalah sebagai berikut:
1.      Data kuantitatif merupakan data berupa angka-angka yang dapat diukur besarnnya secara langsung, seperti jumlah kebutuhan bahan baku selama satu periode, harga perunit bahan baku, biaya pemsana, biaya penyimpanan, dan data-data lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
2.      Data kualitatif adalah data yang tidak dapat diukur besarnya secara langsung, seperti sejarah singkat perusahaan dan struktur organisasi.
4.5.2  Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah:
1.      Data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan dari perusahaan atau yang tersedia di lokasi penelitian. Data primer yang digunakan meliputi data kuantitatif dan datu kualitatif.
2.      Data sekunder, yaitu data yang diolah dari data primer atau yang diperoleh dari objek lain yang bersangkutan.

4.6  Identifikasi Variabeli
Sesuai dengan pokok permasalah yang akan diteliti maka variabel-variabel yang akan diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1.      Variabel Economic Order Quantity (EOQ) yang meliputi:
a.       Kebutuhan bahan baku dalam satu periode (1 tahun)
b.      Biaya pemasaran.
c.       Biaya penyimpanan.
d.      Harga bahan baku per unit.
2.      Variabel frekuensi pembelian.
3.      lead time

4.7  Definisi Operasional Variabel
1.      Variabel EOQ terdiri dari:
a         Kebutuhan bahan baku dalan satu periode (1 tahun).
Adalah banyaknya bahan baku kertas CD dan tinta yang diperlukan oleh UD. MATRAS JALAN UDAYANA dalam satu periode proses produksi yaitu satu tahun dalam satuan ukur rim dan kilogram.



b        Biaya pemesanan.
Adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh UD. MATRAS JALAN UDAYANA untuk pemesanan bahan baku kertas CD dan tindat dari mulai diadakan pemesanan sampai dengan bahan baku ada didalam gudang persediaan yang diap dipakei dalam satuan Rupiah (Rp)
c         Biaya penyimpanan.
Adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh UD. MATRAS JALAN UDAYANA penyimpanan bahan baku kertas CD dan tinta di perusahaan untuk jumlah tertentu yang diukur dalam persentase sesuai dengan jumlah yang dibeli selama satu tahun.
d        Harga bahan baku
Adalah harga dalam satuan rupiah (Rp) per unit (Kg) bahan baku kertas CD dan tinta yang dibeli oleh UD. MATRAS JALAN UDAYANA selama periode telah ditentukan.
2.      Frekuensi pembelian
Frekuaensi pembelian yaitu benyaknya waktu atau berapa kali pembelian bahan baku kertas CD dan tinta dilakukan dalam satu periode (dalam penelitian ini hanya satu tahun). Dalam penelitian ini UD. MATRAS JALAN UDAYANA melakukan frekuensi pembelian setiap bulannya sehingga dalam satu tahun perusahaan melakukan 12 kali pembelian bahan baku kertas maupun tinta.


3.      Lead time
Lead time (waktu tunggu) yaitu tenggang waktu yang diperlukan antara saat pembelian bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri.

4.8  Prosedur Anlisis
Prosedur analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
4.8.1  Menghitung jumlah pembelian yang ekonoimis atau economic order qualitiy
Dengan menggunakan rumus EOQ Nomograph
Add caption
Dimana:
EOQ    = Jumlah (dalam unit) yang dibutuhkan satu periode tertentu.
R         = Kebutuhan bahan baku dalam satu periode
P          = Biaya pesanan tiap kali pesanan
U         = Harga pembelian per unit yang dibayar
K         = Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang dinyatakan dalam prosentase dari nilai rata-rata dalam rupiah dari persediaan.
(Ahyari, 1999:75)


Sedangakan untuk frekuensi pemesanannya, dapat diformulasikan sebagai berikut:
Frekuensi Pemesanan =

4.8.2  Menghitung Total Inventory Cost (TIC)
Dimana:
TIC      = Total Inventory Cost (Total Biaya Persediaan).
A         = Jumlah kebutuhan bahan selama satu periode.
P          = Biaya pemesanan (Ordering Cost) per order.
C         = Biaya penyimpanan (Carrying Cost) yang dinyatakan sebagai suatu persentase dari persediaan rata-rata.
R         = Harga bahan per unit
N         = Jumlah pesanan yang ekonomis.
(Assauri, 1993:240)
4.8.3  Safety Stock

Dimana:
SS        = Safety Stock (Persediaan minimun).
AU      = average Usage (Rata-rata Pemakaian).
T          = Lead Time (Jangka waktu datangnya pemesanan).
(Assauri, 1993:254)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar